Kamis, 14 Oktober 2010

Buku, Ilmu, dan Peradaban “Kacang Goreng”

Buku, ilmu dan peradaban merupakan satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan. Siapa pun tak bisa menyangkal bahwa tonggak penyangga peradabanadalah ilmu. Ilmu sebagian besar diperoleh dari buku. Buku merupakan jendela dunia. Dengan buku, kita bisa melihat memahami dan menyerap apa saja yang ada disekitar kita. Dengan buku, kita bisa mengetahui sesuatu hal yang sebelumnya tidak atau belum kita ketahui.buku pun yang mencatat, merekam setiap gerak peristiwa dan pengetahuan yang terjadi dimuka bumi. Karena itu lah bku sangat penting bagi kita untuk dapat memperluas ilmu pengatahuan kita, dapat memberikan informasi apa pun untuk kita.
Buku pun laris manis seperti kacang goreng. Apalagi dengan diskon yang biasanya cukup besar. Apakah ini pertanda bahwa masyarakat kita telah melihat dan menyadari pentingnya ilmu pengatahuan? Masyarakat kita telah melihat peradaban sehingga hidupnya kian hari kian beradab, sesuai dengan perkembangan adab yang terjadi. Buku sebagai komoditas sejauh ini belum ada data yang valid signifikansi beredarnya buku (terutama buku terjemahan) dengan kualitas pengetahuan dan wawasan masyarakat Indonesia. Belum ada data yang pasti, apakah jumlah penduduk yang melihat buku dan menyadari membaca lebih penting ketimbang mereka yang buta huruf dan buta buku (tidak memahami arti ilmu yang terkandung dalam buku). Belum ada data yang pasti, seberapa besar menjamurnya penerbit dan membludaknya buku dipasaran ini berpengaruh signifikan terhadap peradaban dan pengetahuan masyarakat. Fenomena membludaknya buku terjemahan menjadi penting dibicarakan sebab pilihan pembaca terhadap buku terbatas pada apa yang disuguhkan dipasar. Padahal, pasar kini buku dibanjiri buku terjemahan. Karena derasnya aliran buku terjemahan ini, belakangan muncul apresiasi beragam. Ada pihak yang mengacungkan jempol dan ada pula yang mencemoh habis-habisan.
Problematika buku terjemahan tentunya tidak saja berkutat pada penerjemah, editor, dan kritikus buku saja. Dalam perkembanagn jagad perbukuan, pembaca menempatio posisi yang tidak bisa diremehkan. Keberadaan buku tak bisa dilepaskan dari para pembacanya, sikutu buku. Apa yang ada dalam sebuah buku alias isi sebuah buku, tak dapat disampaikan oleh buku itu sendiri, tetapi oleh pembacanya. Nah, sejauh mana sebuah buku (terutama buku terjemahan) telah berinteraksi dengan baik kepada para pembacanya? Harus diakui, tidak sedikit pembaca yang kebingungan ketika menikmati alias mempelajari buku-buku terjemahan.
Jika eksistensi dan orientasi penerbit dan buku-buku terjemahan semata demi orientasi keuntungan, maka yang terjadi selanjutnya bukanlah transformasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat, melainkan sebaliknya, pembunuhan karakter. Bukan pendidikan yang didapat tetapi malah pembodohan dan kebodohan. Jangan sampai peradaban kita menjadi peradaban kacang goreng. Peradaban yang dibangun dengan tonggak-tonggak yang rapuh, keropos dan kering. Peradaban yang baik, mau tidak mau didapat dari buku, ilmu yang bermutu dan berbobot. Peradaban yang kokoh mengandalakn biaya yang tidak sedikit dan untuk membangunnya tentu saja tidak seperti kita mendapat kacang goreng atau jagung bakar. Ia butuh ketekunan, keseriusan, dan kecermatan.

Sumber : www.sinarharapan.co.id dengan perubahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar